
Perpaduan Gaya Klasik dan Modern Membentuk Kembali Filosofi Rossoneri di Era Baru
AC Milan kembali mencuri perhatian pecinta sepak bola dunia pada musim panas 2025. Kali ini, bukan hanya karena kedatangan pemain bintang, tetapi juga karena pendekatan taktikal yang mereka kembangkan. Oleh karena itu, banyak yang menyoroti peran Massimiliano Allegri dan Luka Modric dalam transformasi gaya bermain klub ini.
Setelah beberapa musim inkonsisten, manajemen AC Milan memilih jalur yang berbeda. Mereka tidak lagi terjebak pada permainan mewah tanpa hasil. Sebaliknya, klub ini kini mengedepankan pola permainan sederhana yang menekankan efektivitas. Filosofi ini sesuai dengan pandangan Allegri, yang dikenal sebagai pelatih pragmatis.
Kedatangan Allegri ke Milan tidak sekadar nostalgia. Justru, ini menjadi penanda bahwa klub ingin kembali ke akar kejayaannya. Dalam sesi konferensi pers, Allegri menyatakan bahwa sepak bola tidak harus rumit. Asalkan dijalankan dengan disiplin dan struktur, sistem sederhana bisa menjadi sangat mematikan.
Selain itu, kehadiran Luka Modric memberikan pengaruh besar di ruang ganti dan lapangan. Meski usia tidak muda lagi, Modric membuktikan bahwa kecerdasan bermain lebih penting daripada kecepatan. Ia menjadi contoh nyata bagaimana pengalaman dan ketenangan mampu menjaga ritme permainan tim.
Menariknya, kolaborasi Allegri dan Modric menciptakan harmoni unik di skuad Milan. Allegri menyediakan kerangka permainan yang solid, sementara Modric menjadi orkestra yang mengatur tempo di lini tengah. Maka dari itu, permainan AC Milan kini terlihat lebih stabil dan terorganisir.
Dalam beberapa laga pramusim, Milan menunjukkan performa yang menjanjikan. Mereka tidak lagi terlalu bergantung pada improvisasi pemain sayap, melainkan membangun serangan secara sistematis. Selain itu, garis pertahanan lebih disiplin dalam menjaga zona masing-masing.
Allegri menegaskan bahwa ia tidak melarang kreativitas. Namun, ia menuntut agar kreativitas tetap berada dalam koridor sistem tim. Dengan demikian, tidak ada pemain yang bermain untuk dirinya sendiri. Semua bekerja dalam satu kesatuan untuk tujuan kemenangan.
Penerapan pola permainan klasik ini ternyata disambut baik oleh para pemain muda Milan. Banyak di antara mereka merasa bahwa sistem yang digunakan memudahkan adaptasi. Oleh sebab itu, Allegri pun mulai rutin memasukkan pemain akademi dalam skuad utama.
Di sisi lain, Modric tidak hanya berperan sebagai pemain, tetapi juga mentor. Ia kerap terlihat memberi arahan kepada pemain muda selama latihan. Maka dari itu, perannya dianggap lebih dari sekadar pemain senior—ia adalah pemimpin teknis di lapangan.
Dengan kombinasi pengalaman dan kedisiplinan, Milan tampak siap menyambut musim baru Serie A dengan semangat berbeda. Tidak hanya itu, ekspektasi juga datang dari para tifosi yang merindukan konsistensi dan dominasi klub di papan atas liga Italia.
Dalam laga melawan Juventus baru-baru ini, Milan memperlihatkan kedewasaan dalam bermain. Mereka tidak terpancing emosi meskipun lawan tampil agresif. Sebaliknya, tim tetap fokus dan menjalankan rencana taktik dengan sabar hingga akhirnya mencetak gol kemenangan di menit-menit akhir.
Kemenangan tersebut dianggap sebagai sinyal bahwa pendekatan baru ini mulai menuai hasil. Allegri sendiri memuji anak asuhnya atas kedisiplinan dan kesabaran yang mereka tunjukkan di atas lapangan. Menurutnya, inilah bentuk nyata bahwa sepak bola sederhana tetap efektif.
Secara taktik, Milan bermain dengan formasi dasar 4-3-1-2. Modric ditempatkan sebagai regista, mengatur tempo dan distribusi bola. Sementara dua gelandang di sisinya bertugas menjaga keseimbangan dan membantu pertahanan. Skema ini memberi kontrol penuh di lini tengah.
Selain itu, bek tengah Milan kini lebih aktif dalam membangun serangan dari belakang. Dengan distribusi bola yang akurat, mereka menjadi elemen penting dalam transisi permainan. Maka dari itu, lini belakang tidak hanya bertugas menjaga gawang, tapi juga memulai alur serangan.
Dalam sesi wawancara, Modric mengatakan bahwa sistem ini mengingatkannya pada pola klasik Real Madrid di awal 2010-an. Ia menilai bahwa jika pola seperti ini dijalankan dengan benar, maka akan sangat sulit dipatahkan lawan. Hal tersebut menjadi inspirasi bagi pemain muda Milan.
Meskipun banyak tim modern lebih memilih pressing tinggi dan tempo cepat, Milan justru mengambil pendekatan berbeda. Mereka menekan di zona tertentu dan membiarkan lawan menguasai bola di area yang tidak berbahaya. Pendekatan ini membuat pemain lebih hemat tenaga dan lebih fokus.
Pendekatan tersebut juga terbukti efektif dalam laga melawan Napoli, di mana Milan menang dengan penguasaan bola hanya 42 persen. Artinya, mereka tidak harus selalu dominan untuk bisa menang. Selama sistem berjalan, efisiensi menjadi kunci utama.
Pelatih tim lawan bahkan memuji cara Milan bermain. Ia menyebut bahwa Milan bermain dengan “kepala dingin” dan tahu kapan harus menyerang atau bertahan. Menurutnya, hal itu sangat jarang ditemukan dalam sepak bola modern yang terlalu terburu-buru.
Dengan filosofi seperti ini, Milan tidak hanya membangun tim untuk musim ini, tetapi juga meletakkan dasar jangka panjang. Para pemain muda tumbuh dalam sistem yang jelas, sementara para senior memberikan stabilitas. Maka dari itu, masa depan klub terlihat menjanjikan.
Allegri juga menyebut bahwa ia tidak mengejar gelar semata, tetapi ingin membangun budaya bermain. Ia percaya bahwa ketika budaya bermain sudah terbentuk, maka hasil akan datang dengan sendirinya. Pendekatan ini menunjukkan visi jangka panjang klub.
Di akhir sesi latihan terbuka, para tifosi yang memadati Milanello menyambut para pemain dengan antusias. Mereka terlihat senang melihat tim bermain dengan semangat baru. Tidak sedikit dari mereka yang menyebut bahwa Milan “kembali menjadi Milan yang dulu.”
Meskipun musim belum dimulai, sinyal positif dari internal klub terus bermunculan. Mulai dari komunikasi tim yang membaik hingga kerja sama antar lini yang kian solid. Semua itu menjadi modal penting dalam mengarungi kompetisi domestik dan Eropa.