Kesedihan Jeje, Saksi Gagalnya Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026Kesedihan Jeje, Saksi Gagalnya Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026

Air Mata dan Harapan yang Pupus di Jeddah

Harapan besar masyarakat Indonesia untuk melihat Timnas Garuda tampil di panggung Piala Dunia 2026 akhirnya pupus. Dua kekalahan beruntun dari Arab Saudi dan Irak pada putaran keempat kualifikasi zona Asia, 9 dan 12 Oktober 2025, membuat langkah Indonesia terhenti.
Dalam dua pertandingan yang berlangsung di Stadion King Abdullah, Jeddah, pasukan Patrick Kluivert tumbang 2–3 dari Arab Saudi dan kalah tipis 0–1 dari Irak. Hasil itu menutup peluang Indonesia untuk melangkah lebih jauh, sekaligus mengubur impian besar yang sudah dibangun bertahun-tahun.

Di balik kekalahan itu, bukan hanya pemain dan pelatih yang merasakan kekecewaan mendalam. Salah satu sosok yang ikut menanggung luka emosional tersebut adalah Jeong Seok-seo, penerjemah sekaligus orang dekat Shin Tae-yong. Pria yang akrab disapa Jeje ini menjadi saksi langsung dari perjuangan sekaligus kegagalan itu.

“Saya nonton langsung di stadion, dan yang saya rasakan waktu itu lebih ke sedihnya. Kita sudah persiapan selama bertahun-tahun, tapi dalam sekejap semuanya lenyap begitu saja. Itu yang bikin saya sedih banget,” ujar Jeje dalam tayangan YouTube Bicara Bola edisi 22 Oktober 2025.

Langit Merah di Atas Garuda

Kegagalan di Jeddah bukan hanya soal skor di papan pertandingan, tapi tentang hilangnya harapan dan semangat yang selama ini menyala di hati jutaan pendukung Garuda. Para pemain menundukkan kepala, pelatih tampak kecewa, dan para ofisial di pinggir lapangan hanya bisa saling berpelukan dalam hening.

Bagi Jeje, atmosfer saat itu sangat menyakitkan. Ia menyaksikan bagaimana wajah-wajah para pemain tampak hancur ketika peluit akhir berbunyi. “Rasanya kayak mimpi buruk. Semua kerja keras seakan sia-sia. Tapi saya tahu, mereka sudah berjuang sekuat tenaga,” ujarnya.

Kegagalan ini juga membawa konsekuensi besar. PSSI secara resmi memutus kerja sama dengan Patrick Kluivert beserta staf pelatihnya. Pelatih asal Belanda itu hanya sempat memimpin selama 10 bulan—periode yang ternyata terlalu singkat untuk menanamkan filosofi permainan baru bagi skuad Garuda.

Timnas yang Kehilangan Warna

Dalam masa kepemimpinannya, Kluivert mencatat tiga kemenangan, satu hasil imbang, dan empat kekalahan dari pertandingan resmi. Namun, enam di antaranya adalah laga krusial di fase kualifikasi Piala Dunia 2026, yang seharusnya menjadi tolok ukur perkembangan tim.

Jeje menilai, Timnas Indonesia di bawah asuhan Kluivert seperti kehilangan jati diri. “Kalau saya menyebutnya, warna Timnas Indonesia hilang. Belum dapat warnanya. Mungkin karena waktu adaptasi pelatih juga terlalu singkat, apalagi langsung menghadapi ronde empat yang berat,” katanya.

Ia mencontohkan strategi saat menghadapi Irak, di mana seharusnya tim menggunakan pendekatan mid block — sistem bertahan yang menunggu lawan masuk ke tengah sebelum melakukan tekanan agresif. Namun, para pemain tampak kebingungan kapan harus menekan dan kapan harus bertahan. “Di antara pemain juga belum dapat chemistry-nya. Itu terlihat banget di lapangan,” imbuh Jeje.

Kesedihan Jeje, Saksi Gagalnya Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026

Antara Pemain Lokal dan Diaspora

Perubahan besar yang terjadi di era Patrick Kluivert juga memunculkan dinamika baru di tubuh tim. Jeje mengungkap adanya perbedaan peran antara pemain lokal dan pemain naturalisasi (diaspora) yang kini mendominasi skuad Garuda.

“Dulu, ketika di era Shin Tae-yong, pemain lokal masih memegang peran penting. Mereka yang membimbing pemain naturalisasi baru agar bisa menyatu dengan cepat. Jadinya chemistry-nya terasa lebih kuat,” ungkap Jeje.

Ia menegaskan, bukan berarti pemain diaspora tidak berkontribusi, tetapi keseimbangan di antara mereka belum terbentuk sempurna. “Peran pemain lokal itu besar sekali. Mereka bukan hanya penggerak di lapangan, tapi juga pengikat di luar lapangan. Itulah yang membuat tim solid waktu itu,” tambahnya.

Kehadiran banyak pemain diaspora tanpa pondasi yang kuat dari pemain lokal justru membuat koordinasi di lapangan sering kacau. Tidak jarang terlihat kebingungan dalam komunikasi antar pemain, yang berujung pada kesalahan fatal di momen penting.

Pesan Haru dari Para Pemain

Usai kegagalan tersebut, Jeje mengaku mendapat sejumlah pesan pribadi dari beberapa pemain Timnas Indonesia. Mereka menanyakan kabar dan menyinggung isu kembalinya Shin Tae-yong sebagai pelatih kepala.

“Saya enggak mengontak pemain duluan, tapi ada beberapa yang hubungi saya. Mereka tanya, ‘Coach kita balik enggak?’ Mungkin karena dengar kabar di media,” ujarnya sambil tersenyum tipis.

Di sisi lain, Jeje juga masih berkomunikasi dengan Shin Tae-yong. Meski pelatih asal Korea Selatan itu kini tidak lagi memimpin skuad Garuda, ia tetap mengikuti perkembangan tim dari jauh. “Saya sempat chat dengan Coach Shin setelah kegagalan lolos ke Piala Dunia. Beliau sedih juga, meski enggak bisa telepon langsung. Dari pesannya di WhatsApp saja sudah terasa banget kesedihannya,” tutur Jeje dengan nada lirih.

Kehilangan yang Tak Mudah Diterima

Bagi publik sepak bola Indonesia, kegagalan kali ini bukan hal mudah untuk diterima. Setelah bertahun-tahun membangun harapan dan menyaksikan kemajuan signifikan di bawah arahan Shin Tae-yong, kegagalan di tangan Kluivert terasa seperti langkah mundur.

Namun, Jeje menilai pengalaman pahit ini bisa menjadi titik balik. “Mungkin sekarang kita jatuh, tapi kalau kita belajar dari kesalahan, ini bisa jadi pelajaran besar. Timnas Indonesia masih punya masa depan. Pemain muda kita luar biasa, tinggal bagaimana pelatih bisa menyatukan mereka lagi,” ujarnya penuh optimisme.

Harapan Baru di Tengah Luka Lama

Kini, banyak rumor berhembus bahwa Shin Tae-yong akan kembali menakhodai skuad Garuda. Dukungan publik terhadap pelatih asal Korea itu masih sangat besar, mengingat kontribusinya dalam membangun disiplin dan mental juang pemain Indonesia.

Jeje sendiri tidak membenarkan maupun membantah kabar itu. Namun, ia yakin siapa pun yang menjadi pelatih, harus mampu mengembalikan warna merah putih yang sempat pudar. “Yang penting tim ini punya identitas. Punya semangat juang yang khas. Itu yang dulu membuat Garuda disegani,” tegasnya.

Sementara itu, para pemain masih berusaha bangkit dari rasa kecewa. Beberapa di antaranya sudah kembali ke klub masing-masing untuk fokus di kompetisi domestik. Namun, semangat mereka untuk membela Garuda tidak padam. Mereka tahu, perjalanan menuju Piala Dunia berikutnya masih panjang, dan perjuangan belum selesai.

Menatap Masa Depan

Kegagalan Timnas Indonesia di kualifikasi Piala Dunia 2026 memang menyakitkan, tapi tidak seharusnya membuat semangat bangsa ini padam. Setiap kekalahan menyimpan pelajaran, dan setiap air mata bisa menjadi bahan bakar untuk bangkit kembali.

Seperti kata Jeje di akhir wawancaranya, “Tim ini punya potensi besar. Yang dibutuhkan hanyalah waktu, kesabaran, dan arah yang jelas. Saya percaya, suatu hari nanti, lagu Indonesia Raya akan berkumandang di panggung Piala Dunia.”

Harapan itu masih hidup — di hati para pemain, pelatih, dan jutaan pendukung setia Garuda yang selalu percaya bahwa mimpi, seberapa pun besar, layak untuk diperjuangkan.

#TimnasIndonesia #ShinTaeYong #PatrickKluivert #JeongSeokSeo #PialaDunia2026 #GarudaMuda #SepakBolaIndonesia #KualifikasiPialaDunia #PSSi #BeritaBola

By : ceksinii

Kesedihan Jeje, Saksi Gagalnya Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026
Kesedihan Jeje, Saksi Gagalnya Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *