Ramadhan Sananta: Belum Sanggup Menerima Kenyataan Pahit

Air mata Ramadhan Sananta, striker muda andalan Tim Nasional Indonesia, mungkin telah mengering, tetapi luka kekecewaan atas kegagalan lolos ke Piala Dunia 2026 masih terasa basah dan perih di hatinya. Di usianya yang baru menginjak 22 tahun, ia menjadi salah satu wajah yang memikul beban berat harapan jutaan rakyat Indonesia. Perjalanan Timnas Garuda yang heroik—meski akhirnya terhenti—dari putaran pertama kualifikasi hingga babak keempat, kini berakhir dengan status juru kunci Grup B tanpa raihan satu poin pun. Sebuah hasil yang, menurut pengakuannya, masih sulit untuk diterima sepenuhnya.

Dalam sebuah wawancara yang dilansir oleh Stadium Astro, Sananta membuka hatinya dengan kejujuran yang mengharukan. Ia tidak menutup-nutupi rasa sakit yang dialami, sebuah emosi yang turut dirasakan oleh rekan-rekan setimnya. “Tentu saja kami masih belum bisa menerima kekalahan itu,” ujar Sananta, “karena semua penggemar berharap Indonesia bisa lolos ke Piala Dunia.” Pernyataan ini bukan sekadar pengakuan pribadi, melainkan resonansi dari kekecewaan kolektif bangsa yang haus akan pencapaian tertinggi di panggung sepak bola global. Harapan yang terlampau besar dari suporter setia Timnas menjadi pedang bermata dua; ia adalah energi yang mendorong perjuangan, sekaligus bumerang yang melukai saat mimpi itu hancur berkeping-keping.

Pengakuan jujur Striker Timnas, Ramadhan Sananta, tentang luka kegagalan Kualifikasi Piala Dunia 2026.

Perjuangan di Lapangan Hijau: Sebuah Analisis Kualifikasi Piala Dunia 2026

Perjalanan Timnas Indonesia di kualifikasi Piala Dunia 2026 ini dipandang sebagai salah satu kesempatan emas, didukung oleh materi pemain muda berbakat dan beberapa naturalisasi. Namun, realitas di Grup B putaran keempat jauh dari skenario impian. Tergabung bersama tim-tim raksasa Asia, skuad Garuda kesulitan untuk menemukan ritme dan konsistensi.

Ramadhan Sananta, sebagai salah satu penyerang utama, menjadi saksi bisu betapa tingginya standar yang harus dikejar. Ia menegaskan bahwa seluruh pemain telah mencurahkan segenap tenaga dan kemampuan terbaik di setiap detik pertandingan yang dijalani. “Sebagai pemain, saya sudah memberikan yang terbaik,” katanya. Namun, usaha keras saja seringkali belum cukup untuk menjembatani jurang kualitas dengan kontestan elite lainnya. Kegagalan tanpa meraih satu poin pun harus menjadi cermin raksasa untuk evaluasi total, mulai dari strategi kepelatihan, pematangan mental bertanding, hingga kedalaman skuad.

Kegagalan ini menandai perlunya introspeksi mendalam dalam ekosistem sepak bola nasional. Apakah pembinaan usia dini sudah memadai? Apakah kompetisi domestik sudah cukup kompetitif untuk melahirkan pemain yang siap bersaing di level internasional? Pertanyaan-pertanyaan ini kini menggantung di udara, menuntut jawaban dan tindakan konkret dari PSSI dan seluruh pemangku kepentingan sepak bola Indonesia.

Pivot Karier: Fokus Baru di Liga Super Malaysia

Setelah mimpi di level tim nasional harus ditunda, Sananta menyadari bahwa kehidupan seorang atlet profesional harus terus bergerak maju. Fokusnya kini beralih total pada karier di level klub. “Sekarang saya juga harus berjuang lebih keras di Malaysia,” tambahnya, menandakan komitmennya untuk bangkit dari keterpurukan.

Striker muda ini kini memperkuat DPMM FC, klub yang berlaga di Liga Super Malaysia. Namun, transisi dari kegagalan Timnas ke performa klub tampaknya tidak berjalan mulus. Tantangan berat kembali menghantam Ramadhan Sananta hanya beberapa hari setelah euforia kualifikasi meredup. Pada pertandingan lanjutan Liga Super Malaysia, Sabtu, 25 Oktober 2025, DPMM FC menelan pil pahit kekalahan telak yang sangat memalukan, yaitu skor 0-10, dari tim raksasa Johor Darul Ta’zim (JDT).

Kekalahan masif ini bukan hanya sekadar hasil di papan skor; ini adalah pukulan ganda terhadap mental Sananta. Dalam rentang waktu yang singkat, ia harus menghadapi dua kekecewaan besar: kegagalan di panggung internasional bersama negara dan kekalahan yang merusak reputasi di level klub. Momen ini seharusnya menjadi titik balik—sebuah katalis untuk refleksi diri yang lebih dalam. Kekalahan 0-10 harus dilihat bukan sebagai akhir, tetapi sebagai pemantik semangat untuk menunjukkan ketangguhan mental dan kualitas sesungguhnya sebagai seorang striker. Ia harus membuktikan bahwa ia mampu bangkit dari palung kekalahan.

Menatap Masa Depan: Komitmen dan Harapan Baru

Ramadhan Sananta adalah simbol dari generasi emas sepak bola Indonesia yang diharapkan membawa perubahan. Meski kini diliputi rasa kecewa, semangat dan komitmennya untuk terus mengasah kemampuan tetap membara. Ia memahami bahwa perjuangannya tidak berhenti di batas garis lapangan tim nasional. Konsistensi performa di klub adalah fondasi mutlak untuk mempertahankan tempat dan kualitasnya di kancah internasional. Hanya dengan penampilan prima yang stabil di kompetisi domestik, ia dapat memastikan dirinya tetap relevan dan berkontribusi maksimal bagi Garuda di kesempatan kualifikasi berikutnya.

Ada waktu empat tahun sebelum siklus kualifikasi Piala Dunia berikutnya dimulai. Periode ini adalah waktu krusial bagi Sananta dan rekan-rekannya untuk berkembang. Pengalaman pahit dari kualifikasi kali ini harus diubah menjadi pelajaran paling berharga. Mereka harus belajar mengelola tekanan, meningkatkan finishing di depan gawang, dan memperkuat sinergi tim.

Dukungan dari penggemar, yang telah menjadi motor penggerak semangat tim, juga harus tetap utuh. Namun, dukungan ini harus dibarengi dengan pembinaan yang berkelanjutan dan terstruktur. Sepak bola Indonesia membutuhkan cetak biru jangka panjang yang fokus pada pengembangan bakat muda, infrastruktur kelas dunia, dan peningkatan kualitas liga.

Sananta, sebagai striker muda berbakat, kini memikul beban untuk menjadi salah satu ujung tombak harapan. Motivasi untuk kembali mengukir prestasi, baik bagi DPMM FC maupun Timnas Indonesia, harus menjadi bahan bakar utamanya. Seluruh mata publik kini tertuju pada bagaimana ia dan para pemain muda lainnya akan merespons tantangan ini. Apakah mereka akan terpuruk dalam kekecewaan, atau menggunakan kegagalan ini sebagai batu loncatan untuk membawa asa baru dan menjawab ekspektasi tinggi dengan performa yang jauh lebih matang dan gemilang di masa depan.

Kisah Ramadhan Sananta saat ini adalah narasi universal tentang seorang atlet muda yang berhadapan dengan realitas keras dunia olahraga. Ia mungkin belum menerima kegagalan itu sepenuhnya, tetapi dengan komitmen yang kuat, pintu-pintu kesempatan baru pasti akan terbuka lebar.

By : ceksinii

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *